10 Februari 2011

Lima Menara dan Ranah Tiga Warna

Saya baru saja menyelesaikan membaca karya terbaru bang A. Fuadi, buku kedua dari trilogi Negeri 5 Menara, yaitu Ranah 3 Warna. Kalau di Negeri 5 Menara, kita disuguhi kehebatan lafal (atau kalo boleh saya menyebutnya "mantra") "Man Jadda wa Jada", di Ranah 3 Warna ini kita akan menyaksikan kehebatan lafal "Man Shabara Zafira".

Membaca Negeri 5 Menara, membawa ingatan saya ke masa-masa ketika sedang menempuh sekolah menengah atas. Jika di novelnya menceritakan kisah Alif, seorang anak minang yang menjadi santri di Pondok Madani, Jawa Timur. Maka, ini adalah kisah kami, saya dan teman-teman, anak-anak desa yang sekolah di kota Sragen.

Pada jaman itu, model pendidikan yang kami jalani adalah: setiap pagi sampai siang, belajar di sekolah umum. Saat itu kami tersebar di beberapa sekolah. Ada yang di SMU N 1 Sragen (kata orang-orang sih itu sekolah paling Jos di ranah Sragen, saya sendiri sekolah di situ hehehe), SMUNDA, SMUNGA, SMU Muha, STM, MAN. Nah, baru mulai sore harinya kami ditempa di Ponpes Muhammadiyah Hajjah Ummi Jariyah. Jadilah, semenjak itu, kami disebut Laskar Santri Kalong.

Rasanya seperti baru kemarin, kami "dikerjai" pada malam penobatan menjadi Laskar Santri Kalong. Seperti baru sekejap mata, ketika kami setiap pagi antri rebutan kamar mandi favorit. ( Suatu saat akan saya tulis tentang metode antri mandi yang aneh ). Atau seperti baru semalam, ketika kita ramai-ramai menghajar salah seorang teman yang ketahuan mencuri.

Masih terasa, sabetan sajadah pengasuh mendarat di badan, manakala waktu tahajud tiba. Ramainya tempat makan, manakala hendak berangkat ke sekolah. Saling menebak, kira-kira apa lauk yang akan menjadi santapan pagi kita. Atau, ekspresi kegirangan, saat mencuri pandang ke arah "ukhti" kami dari pondok putri, sewaktu mengikuti pengajian di Masjid Raya setiap tanggal 7. Hehehe,..

Angkatan kami pada awalnya sebanyak 30 anak. Seiring berjalannya waktu, yang mampu bertahan selama 3 tahun menempuh pendidikan "Double Degree" adalah 16 anak. Saya bersyukur karena menjadi bagian dari 16 itu. Ketika prosesi Akhirussanah tiba, keharuan merebak, menyelimuti komplek asrama kami. Bahagia dan duka menjadi satu. Bahagia karena mampu bertahan, duka karena harus berpisah dengan teman-teman.

Sebagai kenang-kenangan, kami membuat stiker, sebagai pengingat jika kami pernah bersama. Jika kami adalah satu keluarga. Jika kami adalah satu ikatan yang kuat. Inilah kawan, nama-nama Laskar Santri Kalong itu (berikut "cita-citanya :D) :

Abi : montir
Ade : reporter Al-Jazeera
Agoes : Pendekar
Bina : Menteri Agama
Tasnim : Sekjen PBB
Roeie : tukang tilang
edo : Perdana Menteri
Naya : Presiden
Diana : Arsitek
Ipoel : Dai Kondan
Endro : Blantik
Rahmad : Naib
Rasit : Dosen
Rosyid : Dosen
Yoyon : Pengedar
Taufik : Suami Idaman

Man Jadda wa jada, siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan bisa
Man Shabara Zafira, siapa yang sabar, maka dia akan bahagia

Tiba-tiba, inspirasi itu muncul, kawan. Untuk menulis kisah kalian, kisah kita, ke dalam sebuah buku yang indah.

Selengkapnya......

08 April 2009

Kecelakaan Pesawat TNI AU

Kecelakaan pesawat kembali menimpa dunia penerbangan Indonesia. Dua puluh empat orang anggota TNI AU tewas setelah pesawat jenis Fokker 27 yang mengangkut mereka menabrak hanggar Aircraft Services bandara Hussein Sastranegara Bandung. Mereka terdiri dari 6 awak pesawat dan 18 anggota Pasukan Khas Angkatan Udara ( Paskhas AU ). Pada saat kejadian mereka sedang melakukan orientasi terjun dalam rangka pendidikan Para Lanjut Tempur.

Kesedihan terpancar di setiap wajah para anggota keluarga korban. Air mata kesedihan mengalir dari mereka yang telah kehilangan putra, suami, kakak,adik atapun ayahnya. Sungguh kejadian seperti itu tidak pernah sedikitpun terlintas dalam pikiran mereka. Siapa sangka para anggota TNI tersebut gugur dengan cara yang seperti itu. Jalan Tuhan tak pernah ada yang tahu.

Ketika saya melihat prosesi pemakaman jenazah para prajurit pilihan angkatan udara tersebut di televisi, saya seperti kembali ke masa 4 tahun yang lalu. Saat yang tidak akan pernah bisa saya lupakan seumur hidup. Dan kesedihan itu masih saya rasakan sampai sekarang. Ada tangisan di sana , sama seperti ketika para keluarga menerima kedatangan peti jenazah para korban. Ibu dan ayah yang menangisi kepergian anaknya, seorang adik yang kehilangan kakak tercintanya, seorang istri yang meratapi kematian suaminya, dan seorang anak yang tak akan pernah bisa lagi bermain-main dengan ayah mereka. Mungkin baru kali itu saya benar-benar merasa sedih apalagi ketika bertemu dengan ibu almarhum, semakin deras airmata yang keluar manaka melihat kesedihan yang begitu dalam dari seorang ibu yang kehilangan anak kesayangan dan kebanggaannya.

Ketika melihat para prajurit mengangkat peti jenazah dengan tegapnya, saya ingat lagi dengan kejadian ketika saya mengangkat peti jenazah sahabat saya dari perut pesawat menuju ambulance. Menemaninya selama perjalanan menuju rumah duka dan memanggulnya lagi menuju tempat peristirahatan abadinya.

Tak terasa menetes juga air mata ini melihat tangis para anggota keluarga korban Fokker 27 di berita televisi. Saya sempat membayangkan jika kejadian tersebut menimpa saya, kemudian ibu yang menangisi peti jenazah anaknya adalah ibu saya. Orang-orang yang berkumpul adalah tetangga- tetangga rumah saya. Ya Tuhan... beri hamba Mu ini hati dan pikiran yang bersih, iman yang kuat sebagai modal meraih ridho MU. Jika sewaktu-waktu Engkau memanggilku,maka ada bekal yang cukup untuk mengadap MU.

Selamat jalan para prajurit pilihan. Semoga mendapat tempat yang terbaik di sisi Nya dan bagi keluarga yang ditinggal mendapatkan ketabahan dan kesabaran.




Selengkapnya......

20 Maret 2009

Warning buat Calon Wakil Rakyat

Hajatan akbar itu sudah semakin dekat. Pesta demokrasi 5 tahunan sekali akan dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009 berupa pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat di DPR dan DPRD serta DPD. Sejak tanggal 16 Maret kemarin,pemanasan akbar untuk pesta itu dimulai. Kampanye partai-partai politik berupa rapat akbar alias pengumpulan massa sudah marak di seluruh wilayah Indonesia.

Inilah waktunya bagi partai dan calon wakil rakyat mengumbar janji-janji politiknya guna meraih simpati dan dukungan masyarakat dalam pemilu 9 april nanti. Apalagi sistem yang berlaku nanti adalah suara terbanyak bukan nomor urut seperti yang sudah-sudah. Maka mau tak mau semua caleg bekerja keras untuk saling bersaing dengan caleg separtai dan dengan partai lain. Berbagai bentuk atribut dibuat mulai dari kaos, stiker,pin,iklan media,spanduk,baliho. Belum lagi kalau ada masyarakat yang meminta sumbangan untuk kegiatan sosial,dan pengeluaran tetek bengek lainnya. Dan pastinya hal yang demikian menuntut dana yang cukup besar.

Banyak cara yang dipakai para caleg tersebut dalam menggalang dana. Mulai dari sumbangan simpatisan, bantuan teman,pengusaha,pinjaman bank/koperasi dan harta pribadi tentunya. Entah sudah berapa puluh atau ratus juta dana yang telah digelontorkan untuk biaya kampanye yang nantinya sebagian besar harus dikembalikan ke pemberinya. Dari sinilah sumber malapetaka itu sebenarnya berasal. Ketika nanti mereka sudah jadi wakil rakyat hal pertama yang harus mereka lakukan adalah bagaimana caranya agar pinjaman-pinjaman itu lunas, dengan memanfaatkan jabatan mereka tentunya. Lalu mereka melakukan korupsi,manipulasi dan lain-lainya. Mereka masih "untung" karena ada "sumber pendapatan" menjadi anggota DPR/DPRD/DPD. Lha,bagi yang kalah bagaimana ?

Pada umumnya bagi siapa saja, orientasi awal menjadi caleg adalah mereka ingin mempunyai kekuasan. Dengan kuasa itu mereka akan memperkaya diri dan orang-orang di dekatnya. Kesejateraan rakyat ? Itu masuk dalam nomor yang ke sekian kalinya. Makanya ketika mereka kalah sudah pasti mereka akan terguncang jiwanya alias stress berat. Stress karena malu, dan yang paling utama stress karena dililit utang. Karena beban yang sedemikian berat bisa saja ada sebagian dari caleg yang akan gila. Bicara soal caleg gila, berikut ini saya lampirkan tulisan dari harian SOLOPOS tentang Rumah Sakit Jiwa Solo yang mempersiapkan gedung khusus guna menampung para caleg yang stress gara-gara pemilu.

Sebuah bangunan mewah berdiri di salah satu sudut barat Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta. Bangunan itu terkesan elite dengan sejumlah sekat-sekat ruang kamar. Di dalamnya, terdapat fasilitas lemari es, kursi sofa, almari, AC, kamar mandi, toilet, televisi serta kasur springbed. Semuanya masih beraroma baru dan mewah. Juga dilengkapi taman air yang didesain untuk menambah sejuk suasana.

Namun, siapa sangka bangunan yang digarap secara maraton itu dibuat untuk mengejar tenggat waktu 9 April 2009 nanti, di mana suara rakyat bakal menjadi taruhannya. Dan tentu saja bakal menentukan siapa para wakilnya yang duduk di kursi parlemen nanti.

"Dan Selasa (31/3) nanti, gedung ini akan diresmikan langsung oleh Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo. Kami berharap, gedung itu bisa menjadi ruangan khusus bagi para Caleg yang memiliki potensi sakit jiwa lantaran kalah bertarung," ujar Direktur RSJD Surakarta, Muhammad Sigit saat ditemui Espos di ruang kerjanya, Kamis (19/3).

Sigit menjelaskan, gagasan membangun gedung baru itu memang berkaitan erat dengan kecemasannya selama ini, yakni dampak psikologis akibat hajatan akbar Pemilu 2009. Dan menurutnya, para Caleg yang saat ini sedang bertarung mati-matian berebut kursi DPR, sangat berpotensi besar terserang depresi hingga berujung sakit jiwa.

Alasannya, kata sigit, jika Caleg itu gagal memperebutkan kursi DPR, maka selain harta yang terkuras habis, mereka juga menanggung malu, depresi, sakit hati, jengkel karena kalah persaingan, serta setumpuk persoalan yang sangat komplikasi.

"Kita memang tak mengharapkan bersama, sebagaimana yang dialami calon Bupati Ponorogo yang harus dirawat di RSJD itu. Namun, persiapan itu harus kami lakukan sejak dini. Dan kami membangun bangsal khusus bagi Caleg gagal," paparnya.

Selain kamar kelas elite berjumlah sembilan ruangan, RSJD rupanya juga tak tanggung-tanggung dalam memberikan persiapan pascaPemilu. Saat ini, sejumlah tim khusus psikoterapi serta perawat kelas profesional juga dibentuk. Maklumlah, pelayanan dan perawatan khusus bagi Caleg yang berpotensi sakit jiwa, kata Sigit, memang sengaja dipersiapkan sejak dini. Soalnya, kata Sigit, gangguan jiwa antara pasien yang hanya karena tekanan ekonomi, sangat berbeda dengan pasien yang gagal karena maju Caleg.

Makanya, bagi para Caleg persiapkan mental dari sekarang sembari meluruskan niat. Terjun ke dunia politik membutuhkan keikhlasan yang tinggi. Jangan sekedar berorientasi pada kekuasaan saja. Menjadi wakil rakyat bukan sebuah pekerjaan tempat meraih uang,melainkan jabatan yang sangat berat. Kalau cuma ingin memperkaya diri jangan jadi wakil rakyat,silakan anda bekerja atau membuat usaha sendiri. Jika memang nanti ada sebagian diantara anda yang stress bahkan gila, jangan khawatir. Sudah ada tempat untuk menampung anda-anda semua..Waspadalah...waspadalah ...!!!

Selengkapnya......

23 Januari 2009

Mengapa Yahudi Mengincar Bocah-Bocah Palestina?

Terjawab sudah mengapa agresi militer Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza. Seperti yang diketahui, setelah lewat dua minggu, jumlah korban tewas akibat holocaust itu sudah mencapai lebih dari 900 orang lebih. Hampir setengah darinya adalah anak-anak. Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka.

Sebulan lalu, sesuai Ramadhan 1429 Hijriah, Khaled Misyal, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz Alquran. Anak-anak yang sudah hafal 30 juz Alquran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. "Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Alquran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?" demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi.

Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Alquran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan Alquran. Tak ada main video-game atau mainan-mainan bagi mereka. Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghafal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid.

Wahai jiwa-jiwa yang tenang
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya
Dan masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku
Dan masuklah ke dalam surga-Ku ( QS Al Fajr 27-30 )
-----------------------------------------------------------------------------------
Sumber dari email di tasnim.muhammad@pajak.go.id


Selengkapnya......

08 Januari 2009

Dia Mungkin Seumuran dengan Adikku

Dia mungkin seumuran dengan adikku yang paling kecil. Berjalan lincah dengan seorang anak perempuan yang memegang sebuah gitar kecil, mungkin kakaknya.Turun dari tangga jembatan penyeberangan, Saat itu aku baru saja keluar dari sebuah plasa di kawasan Semanggi. Jam di handphone-ku menunjukkan angka 9. Ah, seharusnya anak-anak itu sudah harus beristirahat, menjauh dari hiru pikuk jalanan. Bahkan tidak seharusnya mereka berada di tempat seperti itu. Aku jadi teringat adikku di rumah di kampung halaman, perawakannya sama dengan anak kecil tersebut. Mungkin usianya sekitar 3 tahunan. Bedanya saat yang sama adikku mungkin sudah tidur di pelukan ibuku.Sedangkan anak-anak itu masih lalu lalang menawarkan jasa bermain gitar dan menyanyikan lagu demi sekeping rupiah.

Dia masih terlalu dini untuk mengahadapi kerasnya hidup di Jakarta. Tapi itu adalah sebuah realita, sebuah fakta sosial yang sampai detik ini belum bisa dituntaskan secara total. Walaupun sudah ada beberapa usaha,baik oleh pemerintah maupun oleh lembaga-lembaga kemanusiaan namun hasilnya tidak begitu memuaskan. Kita bisa lihat, hampir di setiap sudut kota Jakarta ini terdapat anak-anak yang harus “bekerja”. Di lampu merah, di terminal, di halte-halte, di bis kota, dan di tempat – tempat yang di situ banyak orang maka pasti ada mereka. Bahkan masa yang seharusnya mereka nikmati dengan bermain dan belajar, mereka harus membanting tulang. Sudah begitu masih ada saja orang-orang yang tega memanfaatkan mereka dengan mengkoordinir dan menempatkan mereka di berbagai titik untuk mengamen, mengemis atau yang sejenisnya kemudian hasilnya sebagian besar diambil.

Saya lantas membayangkan jika yang berjalan dengan anak perempuan yang memegang gitar kecil itu adalah benar-benar adik saya. Berdosa sekali jika saya membiarkan hal itu terjadi. Lantas dimana orang tua mereka ? Apakah mereka tidak mencari-cari keberadaan mereka yang sampai malam begitu belum juga ada di rumah ? Apakah mereka tida khawatir dengan keberadaan mereka ? Tidak. Bagi orang tua, anak-anak tersebut adalah pahlawan bagi mereka. Tentu diselingi dengan perasaan yang dipenuhi dengan keterpaksaan, demi perut yang harus terisi. Dan demi nafas yang harus dijaga agar tetap berhembus. Kalau mau jujur, mereka tentu tidak akan membiarkan anak-anak mereka harus ikut menanggung beratnya beban hidup. Dan keterpaksaan jualah yang akhirnya membuat hal itu menjadi sesuatu yang sangat wajar dan cukup manusiawi, toh dengan cara tersebut mereka bisa tetap bertahan. Tapi sampai kapan hal tersebut akan tetap berlangsung ?. Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Dan mengutip syair Ebiet G Ade, tanyalah pada rumput yang bergoyang.

Malam itu sebuah pelajaran berharga terbentang di hadapanku. Sebuah pelajaran bahwa aku harus sadar dan percaya, bahwa Tuhan sudah sangat baik terhadapku dan keluargaku. Sebuah pelajaran bahwa rasa syukur itu harus senantiasa tertanam dalam setiap langkah hidupku. Bersyukur karena adikku bisa menikmati masa kecilnya dengan keriangan,bersyukur karena sampai saat ini aku merasa cukup untuk bisa menjalani kehidupan di Jakarta yang keras ini.

Kepada pemerintah, mohon kiranya untuk dapat memberi perhatian lebih kepada anak-anak generasi mendatang itu dengan membuat program-program yang dapat membuat mereka lepas dari kehidupan jalanan. Jangan hanya membuat anggaran untuk kemudian dimakan atau dikorupsi. Masa depan Indonesia ada di tangan anak-anak zaman sekarang. Beri sanksi dengan hukuman paling berat kepada orang-orang yang tega berbuat korupsi, berbuat sesuatu yang membuat kenyang perut dia sendiri dan membuat orang lain sengsara.
Hidup anak-anak Indonesia !.

Selengkapnya......

31 Desember 2008

Perpanjangan Batas Waktu Sunset Policy

Untuk mengapresiasi antusiasme masyarakat yang tinggi terhadap kebijakan sunset policy, sebagai tindak lanjut isi dari pasal 37A ayat (1) UU KUP, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak mengumumkan siaran pers tentang Perpanjangan batas waktu pelaksanaan pasal 37A ayat (1) UU KUP. Semoga dengan perpanjangan waktu yang diberikan mampu dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebaik-baiknya, sehingga akan benar-benar terwujud masyarakat yang sadar dan peduli pajak. Lunasi pajaknya awasi penggunaannya.

SIARAN PERS :
PERPANJANGAN BATAS WAKTU PELAKSANAAN PASAL 37A AYAT (1) UU KUP

Jakarta,30 Desember 2008-Untuk lebih kuat memperkuat basis perpajakan nasional dalam mengantisipasi dampak krisis keuangan global serta antusiasme masyarakat yang luar biasa dalam memanfaatkan Pasal 37A ayat (1) UU KUP (sunset policy) namun tidak dapat memenuhi batas waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang, maka pemerintah memperpanjang sunset policy,baik penyampaian pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan ) Pajak Penghasilan maupun pembayaran pajak yang kurang dibayar yang tadinya sampai dengan 31 Desember 2008 menjadi sampai dengan 28 Februari 2009. Produk hukum sebagai landasan perpanjangan sunset policy ini sedang dalam proses.
Demikian agar masyarakat maklum.
Selesai.

Direktur P2Humas

ttd


Djoko Slamet Surjoputro


Selengkapnya......

30 Desember 2008

Tiga Hari Untuk Selamanya

Kalau boleh disebut menakjubkan, mungkin hal itu bisa mewakili perasaan ketika mengikuti trip ke Taman Nasional Ujung Kulon ( TNUK ). Berpetualang bersama “wanita-wanita super”, dengan pengalaman masing-masing. Masih ada dalam pikiranku pertanyaan-pertanyaan mengapa sampai bisa aku memutuskan untuk ikut secara belum pernah bertemu dengan mereka sebelumnya. Itulah dengan pertimbangan matang,akhirnya aku putuskan untuk ikut setelah diberi tawaran ikut trip itu oleh Danang.
Dan, terjadilah sebuah perjalanan mengasyikkan dengan rombongan cewek-cwek tersebut. Sesosok makhluk yang bagi ( kebanyakan ) pria dianggap lemah,lembut, dan gemulai. Yang pekerjaannya tidak jauh dari sumur, dapur, dan kasur.

Biasanya kalau pergi ke suatu tempat,”populasi’ cewek yang ikut dalam tim sangat-sangat sedikit,malah seringnya tidak ada sama sekali. Namun untuk yang satu ini bertolak belakang dari biasanya, berbeda 180 derajat. Justeru kaum hawanya sangat mendominasi dengan komposisi 12 cewek dan 4 cowok, sehingga total rombongan kita ada 16 orang. Sungguh ternyata menjadi minoritas itu tidak enak ditambah aku belum kenal dan juga belum pernah bertemu walau sekali saja. Temu kenal sesaat hanya dilakukan di terminal Kalideres sebelum naik bis ke TNUK.

Harus aku akui, ini adalah salah satu pengalaman yang hebat yang pernah kualami. Bertemu dengan cewek-cewek yang hobi jalan dengan jam terbang yang tinggi membuat aku termotivasi juga. Mimpi-mimpi itu semakin memenuhi kepalaku. Mimpi untuk menjelajah lebih jauh lagi, mimpi untuk menikmati keindahan alam Indonesia yang telah Tuhan anugerahkan, mimpi untuk melihat dunia dari berbagai sisi.

Tiga hari itu akan menjadi prolog sebuah perjalanan panjang. Tak akan pernah ada kata berhenti untuk mencintai alam dengan berbagai macam isinya. Terima kasih kepada para sista atas perjalanannya : Wiwied,Syifa ( neng cipa ), JJ, Fita, Dian Olly, Dian Indosat,Dida, Rina, Anne, Mona,Wati dan Dini. Juga kepada teman anggota TAC ( Tax Adventurer Community ) :Danang, Aditya TK, dan Ashari( We are a great team, Man !)

Tiga hari bersama kalian akan menjadi kenangan untuk selamanya dalam hidup ini. Masih banyak tempat yang menunggu untuk kita singgahi. Masih banyak gunung yang harus didaki, laut yang harus di seberangi, sungai yang harus disusuri, hutan yang harus kita rambahi. Semoga kita dapat melakukan perjalanan kembali bersama-sama di kesempatan yang akan datang, dengan tujuan yang berbeda.

Tak mungkin orang dapat mencintai negeri dan bangsanya,
kalau orang tak mengenal kertas-kertas tentangnya.
Kalau dia tak mengenal sejarahnya.
Apalagi kalau tak pernah berbuat sesuatu kebajikan untuknya,”
(Pram)


Selengkapnya......