Gajeboh: Kampung yang Strategis ~ My Passion

22 Agustus 2008

Gajeboh: Kampung yang Strategis

Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 2,5 jam,kereta berhenti di tujuan akhirnya yaitu stasiun Rangkasbitung. Lega rasanya ketika tahu bahwa kami sudah sampai. Masih ada rasa penat yang tersisa. Sesuai rencana awal, kami akan terlebih dahulu belanja membeli keperluan selama menginap di Baduy. Kebetulan pasarnya terletak tepat ketika kita keluar dari stasiun. Ashari,Udin dan saya masuk ke dalam pasar dan mulai searching beras. Setelah puter-puter ( masuk di blok pasar ikan ) kami menemukan pedagang beras yang dicari. Tersedia 4 macam beras dan semuanya ditawarkan. Lalu dengan pedenya kami memilih beras yang paling mahal, 3800 rupiah per liternya ( yang paling murah 3500),dengan prinsip ono rego ono rupo (intinya, harga sesuai kualitas,sebanyak 10 liter. Selain beras, yang kami beli adalah rokok cap Gentong ( paling enak di banten katanya ),kopi instan,mie rebus,gelas,piring dan saos. Serta tidak lupa lauk yang paling enak dan sedap se dunia, yaitu ikan asin. Tidak tanggung-tanggung belinya sodara,kami belinya 1 kilogram. Ada kejadian lucu saat kita beli beras. Terjadi dialog antara si Udin ( U ) dan si Penjual Beras ( PB ),begini kira-kira :

U :"Mas, di sini ada ATM di mana ya "?
PB:"ATM ???? ( dengan mimik bingung karena tidak tahu )
U :"ATM mas, tempat ambil uang "
PB:"Oh, kalo ambil uang di Bank,mas "( Gubrakkkkk..................)
U :"Ooooo...di bank ya..."!!!
Sebuah gap pengetahuan yang layak kita prihatinkan, Bank Indonesia harus sering-sering buat iklan tentang ATM nih. Sudahlah,.... !!
Setelah beres belanja,kita jalan ke tempat angkot untuk menuju ke terminal Aweh. Si Udin akhirnya menemukan apa yang tadi ditanyakan pada si penjual beras, ATM. Ketemu angkotnya, kami akhirnya berangkat ke Aweh dengan mengeluarkan 3000 perak per kepala, mencari angkutan yang akan membawa kami menuju Baduy

Sampai di Aweh, sudah ada angkot ( ELF )yang ngetem. Karena berangkat baru pukul 2 siang kami lalu menuju ke mushola untuk sholat. Setelah sholat dan ngobrol-ngobrol agak penting,kami lalu makan siang. Tapi belum selesai saya makan,ELF nyamperin ngajak berangkat ke Ciboleger. Ya...kurang dikit lagi padahal. Untungnya bisa dapat tempat duduk, soalnya pada kesempatan pertama dulu,saya dan Ashari sampai naik ke atas ELF karena di dalam sudah penuh dengan penumpang. Agak ngeri juga duduk di atas ELF dengan medan jalan berkelak-kelok,naik turun,ditambah hujan. Jadi dulu berangkat, bajunya kering, tengah jalan basah karena hujan, dan kering lagi ketika sampai di Ciboleger. Tapi , itu adalah salah satu pengalaman yang mengesankan. Perjalanan dari Aweh ke Ciboleger dikenai tarif 12.000 rupiah per kepala.


Kira-kira 1,5 jam perjalanan, kami semua sampai di Ciboleger. Ciboleger adalah gerbang utama masuk ke desa adat Baduy yang legal. Sebetulnya selain dari Ciboleger, ada pintu masuk yang lain namun ilegal karena tidak lapor ke Jaro( kepala desanya Baduy ), yaitu lewat Bojong Manik. Langsung masuk ke Baduy dalam, kampung Cikesik ( baduy dalam hanya ada 3, lainnya adalah Cibeyo dan Cikertawarna ). Kami sudah punya rencana akan menyambangi Cikesik lewat Bojong Manik, menunggu saat yang tepat saja.

Setelah duduk sejenak dan ngobrol dengan pak polisi yang sedang mempersiapkan upacara 17 an,kami menemui Pak Masud ( sebelumnya lupa namanya ). Beliau ini dulu yang memandu waktu saya pertama kali datang ke sini. Kebetulan si bapak lagi kongkow di warung, sekalian saja kita beli air mineral untuk stok. Lalu kami transit dulu di rumah P Masud sambil ngopi dan memulihkan tenaga sebelum melakukan perjalanan memasuki kawasan adat desa Baduy. Setelah semua siap, kami semua berangkat menuju kampung baduy. Sebelumnya kami (dan semua orang yang ingin bertamu ) menemui Jaro. Jaro adalah pemimpin semua kampung Baduy secara administratif, bukan pemimpin adat. Sedangkan pemimpin adatnya disebut Pu'un ( nulisnya ga ngerti). Kami menulis di buku tamu, akan menginap di mana,tujuan bertamu, dan berapa hari akan tinggal. Tak lupa disisipkan uang seikhlasnya( tidak ada tarif resminya). Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan melintasi tanjakan,turunan,menuju kampung Gajeboh. Jalannya lumayan menyita tenaga karena daerahnya adalah tipikal pegunungan. Namun karena semangat yang tinggi rasa lelah tidak kami pedulikan. Rasa lelah seolah hilang ketika menyaksikan anak-anak baduy yang walaupun masih kecil namun kuat sambil jalan dan membawa barang-barang yang akan dijual di warung milik orang tua mereka atau warung yang telah menyuruh mereka untuk membawakan barang-barang mereka. Rasa malu itu tetap ada.

Setelah berjalan sekitar 1,5 jam, akhirnya kami sampai di kampung Gajeboh. Gajeboh adalah salah satu kampung dari 70 kampung Baduy luar. Total kampungnya sendiri ada 73 kampung termasuk 3 kampung baduy dalam yang disebut di atas tadi. Letakknya sangat strategis karena dekat dengan sungai,sehingga mau mandi,ambil wudhu,atau buang air sangat mudah. Kami menuju ke rumah pak Idik. Rumah ini juga yang dulu saya tempati selama 1 malam. Pak Idik sendiri adalah RT di kampung tersebut. Syukurlah, waktu itu beliau tidak sedang menerima tamu sehingga kami dapat tinggal di rumah tersebut. Dengan keramahan Baduy beliau menyambut kami dan masih ingat kalo saya dan Ari pernah ke situ. Lalu barang - barang yang kami beli diserahkan kepada tuan rumah untuk diolah. Kami beritahukan bahwa kami akan makan di situ sebanyak 4 kali makan.

Hari semakin gelap,tanda malam akan datang mengganti siang. Kami pergi ke sungai untuk sekedar membersihkan badan tapi bukan mandi. Belum berani untuk mandi karena dingin. Cuma cuci muka dan gosok gigi. Perlu diketahui bahwa di kampung Baduy tidak ada fasilitas listrik dan sinyal HP. Praktis penerangan hanya mengandalkan lampu teplok dan lilin. Bukan berarti pemerintah tidak peduli,tapi memang begitulah kemauan orang Baduy. Mereka sendiri yang tidak mau menerima aliran listrik. Kehidupan mereka tergantung dari pertanian dan menjual kerajinan tangan mereka kepada para tamu. Ada yang membuat tenun, gelang,gantungan tas,asbak dll. Saat kami datang para orang tua dan anak-anak sedang sibuk menyiapkan ladang untuk bertanam padi.

Setelah makan malam, dengan menu mie rebus dan ikan asing,kami ngobrol-ngobrol dengan Pak Idik. Bertanya tentang Baduy. Salah satu pertanyaan adalah mengapa dibedakan antara baduy dalam dan baduy luar. Menurut penjelasan Pak Idik,memang dari dulu sudah dibedakan seperti itu. Baduy dalam adalah intinya karena para Pu'un itu berasal dari Baduy Dalam. Pu'un lah yang memimpin upacara adat,dia juga yang menentukan kapan waktu untuk mulai berladang. Disamping itu,salah satu fungsi Baduy luar adalah sebagai tempat pengasingan bagi orang Baduy dalam apabila mereka melanggar adat. Agama orang Baduy adalah Sunda wiwitan. Mereka menyebut Tuhan mereka sebagai Pangeran.Orang baduy juga mengenal dosa,surga dan neraka. Jika mereka melanggar adat,maka berarti mereka berbuat dosa. Jika mati,kalo dosanya banyak maka akan masuk neraka,begitu juga sebaliknya.

Menarik sekali dialog yang kami lakukan. Sayang rasa kantuk yang menyerang menyudahi perbincangan malam itu. Kami semua mengambil posisi masing-masing untuk bersiap tidur. Sambil membayangkan apa yang akan kami lakukan besok pagi. Dewi malam membelai kami dalam suasana yang sangat hening,sunyi,jauh dari bising khas Jakarta. Hhhuahhhhh....angin baduy menjadi teman tidur kami...



Your cOmment"s Here! Hover Your cUrsOr to leave a cOmment.